Apa Pantas Berharap Surga?

Sholat dhuha cuma dua rakaat, qiyamullail (tahajjud) juga hanya dua rakaat, itu pun sambil terkantuk-kantuk. Sholat lima waktu? Sudahlah jarang di masjid, milih ayatnya yang pendek- pendek saja agar lekas selesai. Tanpa doa, dan segala macam puji untuk Allah, terlipatlah sajadah yang belum lama tergelar itu.

Lupa pula dengan sholat rawatib sebelum maupun sesudah shalat wajib. Satu lagi, semua di atas itu belum termasuk catatan, “Kalau tidak terlambat” atau “Asal nggak bangun kesiangan.” Dengan sholat model begini, apa pantas mengaku ahli ibadah?

Padahal Rasulullah dan para sahabat senantiasa mengisi malam-malamnya dengan derai tangis memohon ampunan kepada Allah. Tak jarang kaki-kaki mereka bengkak oleh karena terlalu lama berdiri dalam khusyuknya. Kalimat-kalimat pujian dan pinta tersusun indah seraya berharap Allah Yang Maha Mendengar mau mendengarkan keluh mereka. Ketika adzan berkumandang, segera para sahabat meninggalkan semua aktivitas menuju sumber panggilan, kemudian waktu demi waktu mereka habiskan untuk bersimpuh di atas sajadah-sajadah penuh tetesan air mata.

Baca Qur’an sesempatnya, itu pun tanpa memahami arti dan maknanya, apalagi meresapi hikmah yang terkandung di dalamnya. Ayat-ayat yang mengalir dari lidah ini tak sedikit pun membuat dada ini bergetar, padahal tanda-tandaorang beriman itu adalah ketika dibacakan ayat-ayat Allah maka tergetarlah hatinya. Hanya satu dua lembar ayat yangsempat dibaca sehari, itu pun tidak rutin. Kadang lupa, sedang sibuk, kadang malas. Yang begini ngaku beriman?

Tidak sedikit dari sahabat Rasulullah yang menahan nafas mereka untuk meredam getar yang menderu saat membaca ayat-ayat Allah. Sesekali mereka terhenti, tak melanjutkan bacaannya ketika mencoba menggali makna terdalam dari sebaris kalimat Allah yang baru saja dibacanya.

Tak jarang mereka hiasi mushaf di tangan mereka dengan tetes air mata. Setiap tetes yang akan menjadi saksi di hadapan Allah bahwa mereka jatuh karena lidah-lidah indah yang melafazkan ayat-ayat Allah dengan pemahaman dan pengamalan tertinggi.

Bersedekah jarang, begitu juga infak. Kalau pun ada, dipilih mata uang terkecil yang ada di dompet. Syukur-syukur kalau ada receh. Berbuat baik terhadap sesama juga jarang, paling-paling kalau sedang ada kegiatan bakti sosial, yah hitung-hitung ikut meramaikan. Sudah lah jarang beramal, amal yang paling mudah pun masih pelit, senyum. Apa sih susahnya senyum? Kalau sudah seperti ini, apa pantas berharap Kebaikan dan Kasih Allah?

Rasulullah adalah manusia yang paling dirindui, senyum indahnya, tutur lembutnya, belai kasih dan perhatiannya, juga pembelaannya bukan semata milik Khadijah, Aisyah, dan isteri-isteri beliau yang lain. Juga bukan semata teruntuk Fatimah dan anak-anak Rasulullah lainnya. Ia senantiasa penuh kasih dan tulus terhadap semua yang dijumpainya, bahkan kepada musuhnya sekali pun. Ia juga mengajarkan para sahabat untuk berlomba beramal shaleh, berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya.

Setiap hari ribut dengan tetangga. Kalau bukan sebelah kanan, ya tetangga sebelah kiri. Seringkali masalahnya cuma soal sepele dan remeh temeh, tapi permusuhan bisa berlangsung berhari-hari, kalau perlu ditambah sumpah tujuh turunan. Waktu demi waktu dihabiskan untuk menggunjingkan aib dan kejelekan saudara sendiri.

Detik demi detik dada ini terus jengkel setiap kali melihat keberhasilan orang dan berharap orang lain celaka atau mendapatkan bencana. Sudah sedemikian pekatkah hati yang tertanam dalam dada ini? Adakah pantas hati yang seperti ini bertemu dengan Allah dan Rasulullah kelak?

Wajah Indah Allah dijanjikan akan diperlihatkan hanya kepada orang-orang beriman yang masuk ke dalam surga Allah kelak. Tentu saja mereka yang berkesempatan hanyalah para pemilik wajah indah pula. Tak inginkah kita menjadi bagian kelompok yang dicintai Allah itu? Lalu kenapa masih terus bermuka masam terhadap saudara sendiri?

Dengan adik tidak akur, kepada kakak tidak hormat. Terhadap orang tua kurang ajar, sering membantah, sering membuat kesal hati mereka, apalah lagi mendoakan mereka, mungkin tidak pernah. Padahal mereka tak butuh apa pun selain sikap ramah penuh kasih dari anak-anak yang telah mereka besarkan dengan segenap cinta. Cinta yang berhias peluh, air mata, juga darah. Orang-orang seperti kita ini, apa pantas berharap surga Allah?

Dari ridha orang tua lah, ridha Allah diraih. Kaki mulia ibu lah yang disebut-sebut tempat kita merengkuh surga. Bukankah Rasulullah yang sejak kecil tak beribu memerintahkan untuk berbakti kepada ibu, bahkan tiga kali beliau menyebut nama ibu sebelum kemudian nama Ayah?

Bukankah seharusnya kita lebih bersyukur saat masih bisa mendapati tangan lembut untuk dikecup, kaki mulia tempat bersimpuh, dan wajah teduh yang teramat hangat dan menyejukkan?

Karena begitu banyak orang-orang yang tak lagi mendapatkan kesempatan itu. Ataukah harus menunggu Allah memanggil orang-orang terkasih itu hingga kita baru merasa benar-benar membutuhkan kehadiran mereka? Jangan tunggu penyesalan…

Astaghfirullaah…

http://www.eramuslim.com/oase-iman/apa-pantas-berharap-surga.htma

Memuliakan Wanita

Rabi’ bin Khaitsam adalah seorang pemuda yang terkenal ahli ibadah dan tidak mau mendekati tempat maksiat sedikit pun. Jika berjalan pandangannya teduh tertunduk. Meskipun masih muda, kesungguhan Rabi’ dalam beribadah telah diakui oleh banyak ulama dan ditulis dalam banyak kitab. Imam Abdurrahman bin Ajlan meriwayatkan bahwa Rabi’ bin Khaitsam pernah shalat tahajjud dengan membaca surat Al Jatsiyah. Ketika sampai pada ayat keduapuluh satu, ia menangis. Ayat itu artinya, ” Apakah orang-orang yang membuat kejahatan (dosa) itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka sama dengan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka. Amat buruklah apa yang mereka sangka itu! “

Seluruh jiwa Rabi’ larut dalam penghayatan ayat itu. Kehidupan dan kematian orang berbuat maksiat dengan orang yang mengerjakan amal shaleh itu tidak sama! Rabi’ terus menangis sesenggukan dalam shalatnya. Ia mengulang-ngulang ayat itu sampai terbit fajar.

Kesalehan Rabi’ sering dijadikan teladan. Ibu-ibu dan orang tua sering menjadikan Rabi’ sebagai profil pemuda alim yang harus dicontoh oleh anak-anak mereka. Memang selain ahli ibadah, Rabi’ juga ramah. Wajahnya tenang dan murah senyum kepada sesama.

Namun tidak semua orang suka dengan Rabi’. Ada sekelompok orang ahli maksiat yang tidak suka dengan kezuhudan Rabi’. Sekelompok orang itu ingin menghancurkan Rabi’. Mereka ingin mempermalukan Rabi’ dalam lembah kenistaan. Mereka tidak menempuh jalur kekerasan, tapi dengan cara yang halus dan licik. Ada lagi sekelompok orang yang ingin menguji sampai sejauh mana ketangguhan iman Rabi’.

Dua kelompok orang itu bersekutu. Mereka menyewa seorang wanita yang sangat cantik rupanya. Warna kulit dan bentuk tubuhnya mempesona. Mereka memerintahkan wanita itu untuk menggoda Rabi’ agar bisa jatuh dalam lembah kenistaan. Jika wanita cantik itu bisa menaklukkan Rabi’, maka ia akan mendapatkan upah yang sangat tinggi, sampai seribu dirham. Wanita itu begitu bersemangat dan yakin akan bisa membuat Rabi’ takluk pada pesona kecantikannya.

Tatkala malam datang, rencana jahat itu benar-benar dilaksanakan. Wanita itu berdandan sesempurna mungkin. Bulu-bulu matanya dibuat sedemikian lentiknya. Bibirnya merah basah. Ia memilih pakaian sutera yang terindah dan memakai wewangian yang merangsang. Setelah dirasa siap, ia mendatangi rumah Rabi’ bin Khaitsam. Ia duduk di depan pintu rumah menunggu Rabi’ bin Khaitsam datang dari masjid.

Suasana begitu sepi dan lenggang. Tak lama kemudian Rabi’ datang. Wanita itu sudah siap dengan tipu dayanya. Mula-mula ia menutupi wajahnya dan keindahan pakaiannya dengan kain hitam. Ia menyapa Rabi’,

” Assalaamu’alaikum, apakah Anda punya setetes air penawar dahaga? ” ” Wa’alaikumussalam. Insya Allah ada. Tunggu sebentar.” Jawab Rabi’ tenang sambil membuka pintu rumahnya. Ia lalu bergegas ke belakang mengambil air. Sejurus kemudian ia telah kembali dengan membawa secangkir air dan memberikannya pada wanita bercadar hitam.

” Bolehkah aku masuk dan duduk sebentar untuk minum. Aku tak terbiasa minum dengan berdiri.” Kata wanita itu sambil memegang cangkir. Rabi’ agak ragu, namun mempersilahkan juga setelah membuka jendela dan pintu lebar-lebar. Wanita itu lalu duduk dan minum. Usai minum wanita itu berdiri. Ia beranjak ke pintu dan menutup pintu. Sambil menyandarkan tubuhnya ke daun pintu ia membuka cadar dan kain hitam yang menutupi tubuhnya. Ia lalu merayu Rabi’ dengan kecantikannya.

Rabi’ bin Khaitsam terkejut, namun itu tak berlangsung lama. Dengan tenang dan suara berwibawa ia berkata kepada wanita itu, ” Wahai saudari, Allah berfirman, ” Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. ” Allah yang Maha pemurah telah menciptakan dirimu dalam bentuk yang terbaik. Apakah setelah itu kau ingin Dia melemparkanmu ke tempat yang paling rendah dan hina, yaitu neraka?!

” Saudariku, seandainya saat ini Allah menurunkan penyakit kusta padamu. Kulit dan tubuhmu penuh borok busuk. Kecantikanmu hilang. Orang-orang jijik melihatmu. Apakah kau juga masih berani bertingkah seperti ini ?!

” Saudariku, seandainya saat ini malaikat maut datang menjemputmu, apakah kau sudah siap? Apakah kau rela pada dirimu sendiri menghadap Allah dengan keadaanmu seperti ini? Apa yang akan kau katakan kepada malakaikat munkar dan nakir di kubur? Apakah kau yakin kau bisa mempertanggungjawabkan apa
yang kau lakukan saat ini pada Allah di padang mahsyar kelak?! “

Suara Rabi’ yang mengalir di relung jiwa yang penuh cahaya iman itu menembus hati dan nurani wanita itu. Mendengar perkataan Rabi’ mukanya menjadi pucat pasi. Tubuhnya bergetar hebat. Air matanya meleleh. Ia langsung memakai kembali kain hitam dan cadarnya. Lalu keluar dari rumah Rabi’ dipenuhi rasa takut kepada Allah swt. Perkataan Rabi’ itu terus terngiang di telinganya dan menggedor dinding batinnya, sampai akhirnya jatuh pingsan di tengah jalan. Sejak itu ia bertobat dan berubah menjadi wanita ahli ibadah.

Orang-orang yang hendak memfitnah dan mempermalukan Rabi’ kaget mendengar wanita itu bertobat. Mereka mengatakan, ” Malaikat apa yang menemani Rabi’. Kita ingin menyeret Rabi’ berbuat maksiat dengan wanita cantik itu, ternyata justru Rabi’ yang membuat wanita itu bertobat! “

Rasa takut kepada Allah yang tertancap dalam hati wanita itu sedemikian dahsyatnya. Berbulan-bulan ia terus beribadah dan mengiba ampunan dan belas kasih Allah swt. Ia tidak memikirkan apa-apa kecuali nasibnya di akhirat. Ia terus shalat, bertasbih, berzikir dan puasa. Hingga akhirnya wanita itu wafat dalam keadaan sujud menghadap kiblat. Tubuhnya kurus kering kerontang seperti batang korma terbakar di tengah padang pasir.

Sumber : Buku ” Di Atas Sajadah Cinta. Kisah-Kisah Teladan Islami Peneguh Iman dan Penenteram Jiwa – Habiburrahman El Shirazy “

Liberalisasi dan perempuan

Liberalisasi menyusup dunia perempuan. Salah satunya di tandai dengan di buatnya film Perempuan Berkalung Sorban yang di rilis Januari 2009 lalu. Film besutan sutradara Hanung Bramantyo yang di danai oleh The Ford Foundation ini mengesankan bahwa hak asasi perempuan telah terkungkung. Hal ini sengaja di tonjolkan sebagai alat untuk memasarkan konsep persamaan hak antara laki-laki dan perempuan yang terus digencarkan kaum liberal. Nilai-nilai kebebasan hendak di cekokan ke benak kaum permpuan dengan berbagai cara terutama pada muslimah yang masih hidup taat dengan syari’ah di bidik agar mengadopsi nilai-nilai liberal tersebut.Belum lagi adanya eksploitasi perempuan di segala bidang, 70-80% lapangan pekerjaan disediakan untuk perempuan sehingga menggiring mereka meninggalkan rumah untuk menjadi pekerja diranah public. Mulai jadi buruh pabrik, pegawai kantoran, sampai jadi TKW di luar negri yang di sebut sebagai pahlawan devisa Negara. Namun, tidak semua dari para TKW itu beruntung, terkadang mereka juga harus menanggung siksaan dan pelecehan dari majikanya.

Fenomena tersebut melengkapi derita kaum perempuan yang terpaksa mengais rejeki di negri seberang akibat sulitnya kehidupan di Negri ini. Eksploitasi perempuan pun terjadi melalui ajang Miss Universe dan putri Indonesia. Dalam konteks tersebut mereka rela berbikini ria demi merebut mahkota ratu sejagad raya dan mengaku bangga ikut serta di ajang maksiat tersebut. Terpilihnya Qori Sandioriva (18 ) sebagai putri Indonesia 2009 dari Nangroe Aceh Darusalam adalah karena ia berani menanggalkan busana muslimahnya untuk di jadikan ikon kebebasan perempuan yang mempengaruhi citra perempuan aceh pada khususnya dan muslimah pada umumnya yang identik dengan pakaian menutup aurat.
Benarkah liberalisasi perempuan akan memajukan perempuan? Kalangan feminis menyakini bahwa liberalisasi atau pembebasan perempuan merupakan fondasi untuk mencapai kemajuan karena menurut mereka tatkala perempuan berhasil memperoleh kebebasan dan independensinya berarti mereka telah terbebas dari batasan-batasan kultural dan struktural yang di anggap sebagai penghambat kehidupan mereka. Gagasan liberalisasi ini kemudian menjadi salah satu gagasan sentral bagi perjuangan mereka dan menjadikan kemajuan perempuan barat sebagai model.

Dalam hal ini atas nama liberalisasi kaum perempuan bebas mengekspresikan dirinya, bekerja di bidang apapun yang di inginkanya dan berbuat apapun tanpa harus merasa takut batasan kodratnya sebagai perempuan yang selama ini di anggap mengekang mereka. Di As tercatat jumlah presentase perempuan bekerja meningkat dari tahun ke tahun hingga lebih dari 75 % pada tahun 2000. Demikian juga di Indonesia, meningkatnya jumlah perempuan terdidik di banding laki-laki dan meningkatnya partisipasi formal perempuan, termasuk yang banyaknya perempuan yang berkiprah di bidang pemerintahan di negri-negri tersebut di anggap sebagai “Prestasi” atas keberhasilan perjuangan pembebasan perempuan di manapun.

Akan tetapi, keberhasilan ini ternyata membawa berbagai dampak bagi perempuan dan masyarakat secara keseluruhan akibat kian rancunya relasi dan pembagian peran diantara laki-laki dan perempuan. Diantaranya runtuhnya struktur keluarga, meningkatnya angka perceraian, merebaknya free seks, meningkatnya kasus-kasus aborsi , dilema perempuan kariri, eksploitasi perempuan, pelecehan seksual, anak-anak bermasalah dan lain-lain di tengarai kuat menjadi efek langsung dari gagasan kebebasan perempuan. Wajar jika pada perkembangan selanjutnya muncul sikap penentangan dari sebagian masyarakat yang “masih sadar” atas bahaya racun yang tersembunyi di balik tawaran manis feminisme ini. Sayangnya, semangat penolakan terhadap gagasan feminisme ini kalah gencar di bandingkan dengan janji-janji manis yang di tawarkanya. Dengan mencermati fakta-fakta tersebut, jelas bahwa liberalisasi perempuan hanyalah jargon kosong yang tak layak di emban apalagi di perjuangkan.

Islam Memuliakan Perempuan

Munculnya gagasan bahwa syari’at Islam merendahkan kaum perempuan sesungguhnya di latar belakangi oleh semangat liberalisasi dan sekulerisasi wajah Islam yang menurut para pengusungnya (di Indonesia antara lain di usung oleh JIL) bertujuan membebaskan Islam dari ortodoksi dan menjadikan Islam sebagai agama yang kompatibel dengan perubahan zaman. Padahal gagasan mereka tak lebih dari bentuk ekspresi keputus asaan untuk mengcounter munculnya gagasan penegakan syari’at Islam yang kini justru kian mencuat ke permukan. Dimana Islam memandang bahwa keberadaan perempuan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari laki-laki. Keduanya di ciptakan untuk mengemban tanggung jawab yang sama dalam mengatur dan memelihara kehidupan ini sesuai kehendak Allah SWT sebagai pencipta dn pengatur makhluk Nya. (QS.91:71,51:56).

Pada tataran yang praktis, Islam telah memberi aturan yang rinci berkenaan dengan peran dan fungsi masing-masing dalam menjalani kehidupan ini. Adakalanya sama dan adakalanya berbeda. Hanya saja adanya perbedaan dan persamaan pada pembagian peran dan fungsi masing-masing ini tidak bisa di pandang sebagai adanya kasetaraan dan ketidak setaraan gender. Pembagian tersebut semata-mata merupakan pembagian tugas yang di pandang sama-sama pentingnya di dalam upaya mewujudkan tujuan tertinggi kehidupan masyarakat yakni tercapainya kebahagiaan hakiki di bawah keridhoan Allah SWT semata. Sebagaimana telah di maklumi kewajiban mencari nafkah telah di bebankan oleh Allah atas laki-laki (albaqarah (2) : 233,QS. At-Talaq : 6). Sebaliknya perintah untuk mendidik anak di tujukan kepada ayah dan ibu (At-Tahrim : 6).

Jadilah pembagian tersebut, dimana perempuan lebih mengutamakan tugasnya di rumah tangga. Sementara laki-laki mencari nafkah di luar rumah. Demikian juga jika kita perhatikan dengan cermat Islam sangat melindungi dan menjaga kehormatan perempuan. Misalnya, ayat alqur’an mengenai aturan memakai kerudung (An-Nur 24 : 31) dan jilbab (al-ahzab 33 : 59). Kedua ayat ini menjelaskan bahwa Islam sangat melindungi dan menjaga kehormatan perempuan dengan memerintahkannya untuk menutup tempat-tempat perhiasannya sehingga terhindar dari orang-orang yang akan mengganggu atau menyakitinya. Sementara itu Rosulullah saw bersabda : “Tidak di perbolehkan seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir melakukan perjalanan selama sehari semalam kecuali jika di sertai mahramnya” (HR. Bukhari). Hadis ini mencerminkan betapa Islam melindungi dan menjaga kehormatan para perempuan.

Disamping itu, banyak hadis lain yang memerintahkan para suami untuk memperlakukan istrinya dengan ma”ruf dalam kehidupan rumah tangga. Seandainya konsep ini di pakai maka tidak akan ada kasus KDRT yang merupakan salah satu ide absurd yang di usung oleh barat dalam rangka menghancurkan keluarga muslim merupakan satu-satunya benteng penyelamat terakhir generasi muslim yang tangguh. Selain itu adanya larangan berkhalwat (berdua-dua-an)seorang pria dan seorang perempuan kecuali di temani mahram adalah semata-mata bertujuan untuk melindungi dan menjaga kehormatan perempuan. Bukan mengekang kebebasan para perempuan sebagaimana yang di tuduhkan kaum liberalis. Sebab, Islam tidak pernah melarang perempuan keluar rumah atau bahkan bekerja atau beraktivitas di luar rumah selama terpenuhi seluruh ketentuan-ketentuan Islam atas nya. Juga selama ia tidak melalaikan kewajiban utamanya sebagai ibu dan pengelola rumah tangga. Bahkan kewajiban menuntut ilmu pun tidak hanya di wajibkan bagi setiap muslim laki-laki namun di wajibkan pula bagi setiap muslim perempuan. Sebagaimana sabda Rosulullah saw : “Menuntut ilmu di wajibkan atas setiap muslimin dan muslimat”

Dari beberapa hadis di atas dapatlah di pahami bahwa Islam benar-benar menghargai dan memuliakan kaum hawa. Banyaknya pujian yang di berikan oleh Allah dan Rosul-Nya terhadap kaum perempuan mengandung makna bahwa Islam meninggikan derajat kaum perempuan. Sedikitpun tidak menempatkn perempuan pada posisi nomer dua setelah laki-laki. Artinya Islam tidak pernah berlaku tidak adil pada perempuan bahkan sangat memuliakannya. Ini di buktikan dalam hadis Nabi : “Seseorang pernah bertanya kepada Rosulullah SAW. Siapa orang yang paling berhak di perlakukan dengan baik? Rosul menjawab : Ibumu, Ibumu, Ibumu, lalu bapakmu. Baru kemudian orang yang lebih dekat dan seterusnya”.(HR. Muslim). Dengan demikian telah terbukti bahwa islam mampu menjadi solusi selama berabad-abad untuk menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan manusia termasuk permasalahan perempuan. Lalu mengapa kita masih mencoba mencari solusi dengan sistem/aturan lain yang faktanya malah menghancurkan institusi keluarga dan masyrakat muslim pada umumnya. Masihkah kita mencurigai Islam sebagai pengekang hak-hak perempuan? Atau masih perlukah perempuan menuntut emansipasi atau kesetaraan dengan posisinya yang begitu mulia?

Oleh karena itu, munculnya gagasan bahwa syari’at Islam merendahkan perempuan harus di sikapi dengan benar. Jika dalih yang mereka gunakan adalah fakta bahwa kaum perempuan di dunia Islam berada dalam kondisi terpuruk tidak bisa di ambil solusi secara parsial dengan menyerukan emansipasi karena pada fakta nya malah menimbulkan permasalahan baru dengan banyaknya anak-anak yang broken home dan lose generation,ketidak harmonisan dan perpecahan keluarga dan sebagainya. Namun harus di lihat bahwa pada kenyataannya saat ini tidak ada satu pun negeri Islam yang menerapkn syari’at Islam sebagai aturan kehidupan yang utuh dan menyeluruh (kaffaah) dalam institusi khilafah (pemerintahan islam). Justru berbagai kerusakan dan ketidak adilan yang terjadi saat ini termasuk di antaranya yang menimpa perempuan adalah akibat di terapkannya sistem yang salah dan rusak di tengah-tengah kaum muslimin. Yakni sistem kapitalisme yang tegak di atas aqidah sekulerisme yang telah memberikan kewenangan secara mutlak kepada manusia yang akalnya lemah dan terbatas untuk membuat berbagai aturan atau sistem kehidupan. Sistem seperti inikah yang kita yang kita pertahankan???wallahu a’lam bishawaba’lam bishawab

Agama melarang dalam hadis nabi

Pada hari kiamat seorang dihadapkan dan dilempar ke neraka. Orang-orang bertanya, “Hai Fulan, mengapa kamu masuk neraka sedang kamu dahulu adalah orang yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan mungkar?” Orang tersebut menjawab, “Ya benar, dahulu aku menyuruh berbuat ma’ruf, sedang aku sendiri tidak melakukannya. Aku mencegah orang lain berbuat mungkar sedang aku sendiri melakukannya.” (HR. Muslim)

diriwayatkan dari Jundab bin Abdullah ra. : Rasulullah Saw pernah bersabda,”dari sebuah bangsa sebelum kalian ada seorang laki-laki yang terluka,dan tidak sabar dengan luka (yang dideritanya). lalu ia mengambil sebilah pisau dan mengiris tangannya sendiri. darah mengucur tanpa henti dan ia pun mati. Allah berkata,’hamba-Ku mendahului-Ku dengan membunuh dirinya sendiri, maka surga Kuharamkan baginya’ “.
[HR.Bukhari]